Generasi Z, sebutan untuk adik generasi milenial, generasi
yang lahir pada tahun 1995 dan seterusnya. Generasi yang saat ini harus kita
dampingi pendidikannya agar menjadi generasi penerus bangsa yang unggul dan
berkarakter. Keluarga tentu menjadi gerbang pendidikan pertama dan utama bagi
generasi Z selain pendidikan formal di sekolah. Keluarga sudah semestinya
menjadi tempat berkumpul yang hangat bagi setiap anggota keluarga setelah
seharian beraktivitas di luar rumah, tempat mendidik anak untuk membentuk
karakter anak.
Dalam salah satu tema pembelajaran di Sekolah Dasar,
diajarkan tanggungjawab dan hak masing-masing anggota keluarga, apa yang harus
dilakukan ayah, ibu dan anak-anak. Namun, praktiknya terkadang orang tua
cenderung tidak sabar ketika anak menyelesaikan tanggungjawabnya. Misalnya,
anak memiliki tanggungjawab mencuci piring. Namun karena tidak cepat
diselesaikan atau lama dan kurang bersih, orang tua memilih untuk mengambil
alih dalam menyelesaikan tanggungjawabnya. Begitu seterusnya, sehingga anak
tidak mengalami proses ‘susah’ dalam menyelesaikan tanggungjawabnya karena
diselesaikan orang tua. Sehingga, akhirnya anak menjadi generasi yang instan
dan serba mudah. Tidak dipungkiri generasi Z bisa dikatakan juga sebagai
generasi instan, karena gadget, semua informasi apa pun ada digenggamannya, namun anak tetap harus melalui sebuah 'proses' kehidupan.
Orang tua jaman now
harus melek gadget, untuk memantau pemanfaatan gadget generasi Z. Orang tua tidak bisa lagi memakai cara jadul
dengan melarang anak cukup usia untuk tidak memanfaatkan gadget karena mereka
memang hidup di era digital. Orang tua harus tau dan mau belajar media informasi
yang digunakan anak. Anak pakai whatsapp,
orang tua harus bisa, membuat grup WA keluarga dapat membantu orang tua
memantau kabar anak. Berteman dengan anak di sosial media seperti Facebook atau
instagram, dapat membantu orang tua dalam memantau kegiatan anak, orang tua
dapat mengetahui siapa saja temannya, bahkan dapat mengetahui apa yang sedang
dirasakan anak dengan melihat status yang ditulisnya. Ya, orang tua sekarang dituntut
untuk ikut menyelami dunia mereka sehingga dapat mendampingi pendidikannya.
Pendidikan budi pekerti, budaya sopan santun harus terus
dibiasakan orang tua sejak dini dalam segala hal, sopan santun dalam
berinteraksi dengan orang lain di lingkungan sekitar maupun di media sosial. Di rumah dan di lingkungan sekitar anak
dibiasakan untuk bertutur kata yang santun dengan orang yang lebih tua maupun
dengan teman sebayanya, sehingga di sekolah anak juga akan berlaku santun
dengan guru dan temannya. Jika sudah demikian, tidak akan ada lagi kasus siswa
memukul atau memaki gurunya atau bullying
di sekolah karena siswa sudah dibiasakan santun di lingkungan keluarga.
Sebaliknya, pembiasaan baik di sekolah pun perlu penguatan dari orang tua.
Jadwal piket di sekolah dapat juga diterapkan dalam pengaturan tanggungjawab
pekerjaan rumah. Seperti yang tertulis dalam salah satu artikel dalam laman
sahabat keluarga bahwa dibutuhkan 3R untuk kemitraan sekolah dengan orangtua yakni Respect atau rasa hormat, Responsibility atau tanggung
jawab, dan Relationship atau hubungan.
Selengkapnya baca disini.
Dalam mendidik anak, butuh kesabaran ekstra karena hasilnya
tidak dapat dilihat dalam hitungan hari. Cerita keluarga hebat dalam laman
Sahabat Keluarga, menunjukkan perjuangan orang tua yang dikaruniai anak
berkebutuhan khusus dalam mengasuh dan mendidik anaknya menjadi pengingat bagi orang
tua dengan anak normal lebih sabar dalam menahan marah dalam mengasuh dan mendidik
anak. Salah satunya cerita Effendi-Tasmaniar Antar Putranya yangLumpuh Tempuh S3 di Australia.
Pewujudan peran keluarga dalam penyelenggaraan pendidikan di
era kekinian khususnya untuk generasi Z perlu kerjasama dari berbagai pihak.
Sudah banyak konten parenting di
media sosial, tetapi tidak semua orang tua update
ilmu parenting di media sosial. Orang tua generasi Z perlu didampingi dan terus
diingatkan dalam mendidik putra-putrinya. Dalam laman https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php
tersedia berbagai informasi mengenai berbagai artikel, kegiatan, dan
diskusi pendidikan maupun parenting untuk
usia dini, usia SD, usia SMA/SMK, dan lintas usia yang dapat mendampingi orang
tua dalam mendidik anak. Misalnya, pada link PUSTAKA, orangtua dapat mengakses berbagai sumber bacaan, seperti manfaat deteksi dini
tumbuh kembang anak, mengasah kecerdasan di tiap usia, mindfull parenting, dan sebagainya.
Lalu, hal apa yang bisa kita lakukan dalam penyelenggaraan
pendidikan di era kekinian? Yang bisa kita lakukan adalah menjadi SAHABAT KELUARGA …
SAyangi setiap anggota keluarga, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Hal ini berarti kita sebagai orang tua akan lebih sabar dalam melihat ‘proses’
anak dalam menyelesaikan tanggungjawabnya. Ada anak yang cukup sekali
diberitahu dia sudah bisa melakukan, tetapi ada anak yang butuh arahan berulang
kali mencapai ‘goals’nya. Membiarkan
anak sementara dalam kesusahan, akan membantu anak lebih mandiri kedepannya.
HAdirkan fenomena atau kejadian yang sedang viral. Misalnya,
aplikasi tik-tok, yang banyak dipakai remaja untuk berekspresi. Lalu jadikan
fenomena atau kejadian itu sebagai bahan diskusi dengan anak. Minta pendapat
anak bagaimana menurutnya aplikasi tersebut, dan berikan saran atau pendapat
yang dapat membuat anak berpikir mengenai kegiatan yang positif dan bermanfaat.
Orang tua juga dapat mengajak anak untuk studi kasus dari fenomena sosial atau
yang sedang ‘in’, misalnya kasus bullying yang dialami siswa di suatu
sekolah menyebabkan siswa tersebut sakit atau celaka, orang tua bertukar
informasi dengan anak, apakah di kelasnya ada teman yang suka membully atau menjadi korban bullying, sehingga secara tidak langsung
orang tua mengetahui dapat mengetahui bagaimana kondisi lingkungan kelas anak
dan kedewasaan anak dalam menanggapi suatu masalah.
BAwa anak ke tempat anak-anak yang kurang beruntung dari dirinya.
Bisa mengunjungi panti asuhan atau membawa anak ke komunitas anak jalanan, agar
anak merasa bahwa dirinya jauh lebih beruntung dari anak-anak di panti asuhan
atau anak jalanan. Memberikan kesempatan kepada anak untuk berbagi kepada
anak-anak yang kurang beruntung darinya dapat membuat anak dapat lebih bersyukur
dengan dirinya dan keluarganya. Adapun manfaat berbagi pada anak dapat dibaca disini.
Tidak membandingkan anak dengan anak yang lain. “Si ini sudah bisa itu,
kok kakak malah belum” atau sebaliknya, kalimat yang seringkali secara tidak
sadar terucap ketika salah satu anak mampu menyelesaikan pekerjaannya lebih
dulu. Orang tua merasa dengan membandingkan anak dengan anak lain dapat
membangun jiwa kompetisi anak sehingga anak tertantang dalam menyelasaikan
suatu hal, namun beberapa penelitian menunjukkan bahaya atau efek negetif yang
ditimbulkan dari membandingkan anak, seperti anak menjadi tidak percaya diri,
mudah iri, stress, bahkan tidak menutup kemungkinan anak akan menjauhi orang
tua karena merasa tidak dihargai.
KEnali karakter masing-masing anggota keluarga. Orang tua harus
mengenal karakter masing-masing anak. Ada anak yang introvert, ada anak yang
extrovert, atau keduanya ambievert, sehingga orang tua mengetahui perlakuan
yang tepat dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua juga perlu mengamti karakter
orang atau teman-teman di lingkungan sekitar anak karena karakter di lingkungan
anak juga dapat mempengaruhi pembentukan karakter anak.
LUAngkan waktu untuk keluarga. Gerakan 1821 adalah salah satu gerakan
yang tepat dalam mendampingi pendidikan anak jaman sekarang. Puasa gadget
selama 3 jam, mulai jam 18.00 s.d 21.00 melakukan 3B (Bermain, Belajar, dan
Bicara). Selain itu, bagi orang tua yang bekerja, akhir pekan adalah waktu yang
tepat untuk meluangkan waktu bersama anak-anak. Orang tua dapat melakukan
aktivitas bersama dengan anak, ayah dapat mengajak anak mencuci mobil, memasak
bersama, berkebun atau berolahraga bersama, sambil bercerita kegiatan di
sekolah. Membiasakan anak bercerita tentang kegiatannya di sekolah, dapat
membuat anak terbuka dan terbiasa mengungkapkan perasaannya kepada orang tua,
sehingga orang tua mudah mengenali anak.
Mendanpingi anak bermain |
Rancang proyek bersama keluarga. Orang tua dapat menawarkan proyek
kepada anak atau membuat kesepakatan proyek yang akan dikerjakan, misalnya anak
meminta celengan, dapat dijadikan sebagai proyek untuk membuat celengan dari
kaleng biskuit bekas atau membuat mainan atau hiasan dari kardus bekas, atau
membuat lukisan bersama. Guru di sekolah mungkin memberikan PR membuat kerajian
tangan atau tugas yang harus diselesaikan di sekolah, hal ini juga dapat
dijadikan sarana bagi orang tua untuk bekerjasama dalam mendampingi anak
menyelesaikan tugas.
GAlakkan gerakan literasi. Orang tua mendampingi pendidikan anak
sekaligus mendukung program gerakan literasi nasional, baik literasi baca-tulis, literasi numerasi,
literasi sains, literasi finansial, literasi digital, dan literasi budaya dan
kewargaan. Membacakan anak cerita atau dongeng sebelum tidur merupakan gerakan
literasi sederhana di lingkungan keluarga, mengajak anak menabung di bank dapat
membuat anak melek info tentang angka dan keuangan. Mendampingi anak dalam menggunakan gadgetnya dapat menghindari penyimpangan atau perilaku negatif dari berbagai konten yang ada di media sosial serta meminimalisir penyebaran berita hoax. Mengajak anak ke situs budaya dan museum, serta mengajak anak melakukan percobaan sains sederhana adalah contoh kegiatan literasi yang dapat dilakukan bersama keluarga.
Melakukan percobaan sains sederhana |
Sahabat keluarga
sayangi anggota keluarga
Sahabat
keluarga motivasi anggota keluarga
Sahabat
keluarga bukan sekedar gengsi
Sahabat
keluarga beri kasih bukan imajinasi
#sahabatkeluarga
#selfreminder