Menghitung hari…detik demi detik
Menunggu 9 April tuk tentukan pilihan…
Menunggu 9 April tuk tentukan pilihan…
Pemilu Legislatif (Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD) 9 April 2014
nanti sudah di depan mata, saatnya ikut bertanggung jawab atas kemajuan
Indonesia di masa yang akan datang. Beberapa spanduk, baliho, stiker berisi
nama, partai, nomor urut para calon legislatif sudah lama menghiasi jalan-jalan
di perkotaan sampai pedesaan. Tak jarang foto para perempuan cantik dengan
berbagai tampilan pun turut bertengger di barisan spanduk dan baliho para
caleg. Ada yang masih muda dengan banyak gelar di belakang namanya, ada yang
separuh baya tampak sangat keibuan dan bersahaja, dan ada yang tampak tua tapi
masih sangat bersemangat. Hal itu tentu membuat saya sebagai sesama kaum
perempuan merasa bangga dan takjub. Seleksi bertahap yang dilalui para caleg
perempuan memberikan bukti awal bahwa para caleg perempuan ini mampu bersaing
dengan caleg laki-laki. Saya pun berharap para caleg perempuan yang berhasil
mendapatkan kursinya nanti dapat
beraksi, memberi bukti, bukan hanya obral janji!
Selain bukti awal dari para caleg perempuan yang mampu bersaing
dengan caleg lainnya, alasan lain “Kenapa pilih caleg perempuan?” yaitu:
Pertama, karena
caleg perempuan adalah Kartini masa kini. Habis gelap
terbitlah terang. Kerinduan
yang mendalam terhadap perjuangan Kartini maupun pahlawan perempuan lainnya, tentu
membuat kita rindu akan sosok Kartini masa kini. Sosok perempuan yang
benar-benar mampu menyuarakan suara hati perempuan dalam memperjuangkan
hak-haknya. Perempuan yang mampu mengangkat keterpurukan perempuan Indonesia
saat ini. Meski kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan sudah lama
didengungkan, namun tak sedikit perempuan yang masih terbelenggu dengan masalah
pendidikan, pekerjaan, maupun rumah tangga.
Di bidang pendidikan, tak sedikit perempuan yang masih punya
pemikiran bahwa tak seharusnya mereka mengenyam pendidikan sampai tingkat
perguruan tinggi, toh nantinya jika sudah menikah mereka akan tinggal di rumah
saja mengurus keluarga. Padahal, pendidikan bagi perempuan tidak hanya penting
dalam pengembangan karier saja, tetapi juga penting untuk keluarga terutama
anak-anaknya kelak. Dalam rumah tangga, pendidikan juga penting bagi perempuan
untuk mendidik dan membentuk karakter anak-anaknya. Dengan pendidikan yang
tinggi, perempuan dapat bekerja sehingga dapat memberi kontribusi dalam
perekonomian keluarga.
Jika berhasil mendapatkan kursinya nanti, caleg perempuan memiliki
kesempatan lebih untuk menyuarakan suara perempuan, membuka lapangan pekerjaan
seluas-luasnya bagi kaum perempuan. Caleg perempuan juga dapat memperjuangkan
hak-hak wanita yang bekerja, seperti cuti hamil dan melahirkan agar si bayi (anak)
juga mendapatkan haknya untuk mendapatkan ASI eksklusif yang penting bagi pertumbuhan
dan perkembangan si kecil. Caleg perempuan juga dapat bekerjasama dengan
ibu-ibu PKK di daerahnya untuk mengembangkan daerah/kotanya menjadi kota layak
anak yang cinta damai dan jauh dari masalah KDRT.
Kedua, caleg
perempuan adalah sarana pembersihan citra buruk perempuan. Gara-gara nila
setitik, rusak susu sebelanga. Paribahasa tersebut, rasanya pas untuk
menggambarkan citra perempuan Indonesia sekarang ini. Meski tidak semua citra
buruk perempuan disebabkan karena masalah korupsi, namun kasus korupsi yang
dilakukan oleh beberapa kaum perempuan yang memiliki jabatan penting di
beberapa instansi dan parlemen membuat kita tentu merasa kecewa dan prihatin. Misalnya
saja, pemberitaan kasus korupsi Angelina Sondakh dan Miranda Gultom yang sempat
berhari-hari selalu menghiasi TV maupun media cetak.
Saya pun bertanya dalam hati
kenapa para perempuan yang seharusnya menjadi panutan bagi anak-anak mereka malah
melakukan korupsi baik yang langsung ataupun tidak langsung karena membiarkan
suami melakukan korupsi, entah benar-benar tidak tahu atau pura-pura tidak
tahu. Jika, sebagai pelaku korupsi langsung seharusnya perempuan lebih
menggunakan perasaannya dan memikirkan efek yang ditimbulkan dari perbuatannya,
bagaimana dengan keluarga dan anak-anaknya nanti? Jika suaminya yang terlibat,
mengapa sebagai istri tidak mencegah dan mengingatkan suaminya dari awal untuk
tidak melakukan tindakan korupsi? Bukankah nantinya juga akan berimbas pada
dirinya, anak, serta keluarganya?
Sebenarnya banyak juga wanita
yang memiliki jabatan penting dalam pemerintahan yang benar-benar mengemban tugasnya
dengan baik. Sebut saja, Bu Risma, walikota Surabaya yang di daulat sebagai
walikota terbaik di dunia. Perempuan yang menjalankan amanat yang diterimanya
dengan sebaik-baiknya. Perempuan yang takut manakala ada warganya yang terlantar
karena menurut beliau semua akan dimintai pertanggungjawaban di mata Tuhan.
Jika semua pemimpin memiliki sikap dan idealisme seperti beliau, saya yakin kehidupan
warga Indonesia pun semakin baik. Tidak ada lagi jurang pemisah yang begitu
curam antara si kaya dan si miskin, tindak kejahatan berkurang dan kasus
korupsi pun padam
Menurut saya, pemilu legislatif 9 April ini menjadi momentum yang
tepat bagi para caleg perempuan untuk meneruskan perjuangan Kartini, mengeluarkan
perempuan dari keterpurukan dan membawanya ke puncak kejayaan, serta membersihkan
citra perempuan yang tercoreng akibat perilaku perempuan itu sendiri. Tapi, jangan
sampai kita salah memilih karena melihat tampilan luarnya saja. Ingat Don’t
judge a book under its cover! Salam Indonesia Jaya!
Tulisan
ini diikutsertakan dalam lomba Blog tentang Caleg Perempuan
untuk Blogger Indonesia “KENAPA PILIH CALEG PEREMPUAN”. (Panjang
tulisan 4847 karakter tanpa spasi atau 5637 karakter dengan spasi)
Sumber:
http://nasional.kompas.com/read/2014/02/13/0028290/Tampil.di.Mata.Najwa.Bu.Risma.Jadi.Trending.Topic.